Sabtu, 09 Februari 2008

Jalan Layang

Sungguh salah untuk terus-menerus memandang bahwa kita jatuh dalam sankhara, atau bahwa kita berbahagia maupun tidak berbahagia. Pola pandang seperti ini bukanlah pengetahuan yang penuh dan jelas tentang sifat alami sesuatu. Kebenarannya ialah bahwa kita tidak bisa memaksakan sesuatu untuk mengikuti keinginan kita. Semuanya mengikuti proses alami.
Suatu bahan perbandingan yang sederhana adalah sebagai berikut: Andaikan Anda duduk di tengah-tengah suatu jalan layang yang penuh dengan mobil dan truk berkecepatan tinggi melaju ke arah Anda. Anda tidak bisa marah dan berteriak, jangan menyetir di sini! Jangan mengemudikan mobil di sini! Itu adalah jalan layang. Anda tidak bisa berkata begitu.
Jadi, apa yang bisa Anda lakukan? Anda meninggalkan jalan tersebut. Jalan adalah tempat mobil melaju. Jika Anda tidak menginginkan mobil ada di sana, Anda akan menderita. Sama halnya dengan sankhara. Kita katakan itu mengganggu kita, misalnya pada saat kita sedang duduk bermeditasi dan mendengar suara-suara. Kita berpikir, suara-suara itu mengganggu saya! Jika kita menganggap bahwa suara itu menggangggu, kita akan menderita sebagai akibatnya. Jika kita menyelidikinya lebih mendalam, kita akan tahu bahwa kitalah yang mengganggu suara itu. Suara adalah sesuatu yang berbunyi. Jika kita memahaminya sedemikian, tidak akan ada lagi yang perlu dilakukan. Kita cukup membiarkannya saja. Kita sadar bahwa suara dan kita adalah dua hal yang terpisah. Inilah pengetahuan yang sebenarnya akan kebenaran.
Anda memandang dari dua sisi sehingga Anda mendapatkan kedamaian. Jika Anda hanya meninjau dari satu sisi, Anda akan mendapatkan penderitaan. Pada saat Anda memandang dari dua sisi, Anda mengikuti Jalan Tengah. Inilah cara melatih pikiran yang benar. Inilah yang kita sebut dengan mempertajam pemahaman.
Dengan cara yang sama, sifat dari semua sankhara adalah tidak kekal dan akan mati, tetapi kita ingin merangkulnya. Kita membawa dan mengidamkannya. Kita menginginkannya menjadi sesuatu yang benar. Kita hendak mencari kebenaran dalam sesuatu yang tidak benar. Apabila seseorang memandang dengan pola seperti ini dan melekat pada sankhara sebagaimana pada dirinya, dia akan menderita. Buddha mengajak kita untuk merenungkan hal ini.

(Sumber : Buku Sebatang Pohon di Tengah Hutan hal 45, Bhante Ajahn Chah di terbitkan oleh Yayasan Penerbit Karaniya )

rentangkan dan kepakkan sayap kemampuanmu

Alkisah di suatu negeri burung, tinggallah bermacam-macam keluarga burung. Mulai dari yang kecil hingga yang besar. Mulai dari yang bersuara lembut hingga yang bersuara menggelegar. Mereka tinggal di suatu pulau nun jauh di balik bukit pegunungan. Sebenarnya selain jenis burung masih ada hewan lain yang hidup di sana. Namun sesuai namanya negeri burung, yang berkuasa dari kelompok burung. Semua jenis burung ganas, seperti, burung pemakan bangkai, burung Kondor,burung elang dan rajawali adalah para penjaga yang bertugas melindungi danmenjaga keselamatan penghung negeri burung. Burung-burung kecil bersuara merdu, bertugas sebagai penghibur. Kicau mereka selalu terdengar sepanjang hari, selaras dengan desau angin dan gesekan daun. Burung-burung berbulu warna warni, pemberi keindahan. Mereka bertugas bekeliling negri melebarkan sayapnya, agar warna-warni bulunya terlihat semua penghuni. Keindahan warnanya menimbulkan kegembiraan. Dan rasa gembira bisa menular bagai virus, sehingga semua penghuni merasa senang.
Pada suatu ketika, seekor induk elang tengah mengerami telur-telurnya. Setiap pagi elang jantan datang membawa makanan untuk induk elang. Akhirnya, di satu pagi musim dingin telur-telur mulai menetas. Ada 3 anak elang yang nampak kuat berdiri. Dua anak elang hanya mampu mengeluarkan kepalanya dari cangkang telur harus berakhir dalam paruh sang ayah. Dengan tangkas, elang jantan mengoyak cangkang telur lalu mematuk-matuk calon anak yang tak jadi. Perlahan-lahan sang induk memberikan potongan-potongan tubuh anaknya ke dalam paruh mungil anak-anak elang. Kejam...? Ini hanya masalah kepraktisan. Untuk apa terbang dan mencari makanjauh-jauh jika ada daging bangkai di dalam sarang. Sebagai hewan, elang hanya mempunyai naluri dan akal tanpa nurani. Inilah yang membedakan manusia dan hewan. Waktu berjalan terus, hari berganti hari. Anak-anak elang yang berbentuk jelek karena tak berbulu, kini mulai menampakkan keasliannya. Bulu-bulu halus mulai menutupi daging di tubuh masing-masing. Kaki kecil anak-anak elang sudah mampu berdiri tegak. Walau kedua sayapnya belum tumbuh sempurna. Induk elang dan elang jantan, bergantian menjaga sarang. Memastikan tak ada ular yang mengincar anak-anak elang dan memastikan anak-anak elang tak jatuh dari sarang yang berada di ketinggian pohon.
Suatu pagi, saat induk elang akan mencari makan dan bergantian dengan elang jantan menjaga sarang. Salah seekor anak elang bertanya:"Kapankah aku bisa terbang seperti ayah dan ibu?" Induk elang dan elang jantan tersenyum, bertukar pandang lalu elang jantan berkata: "Waktunya akan tiba, anakku. Jadi sebelum waktu itu tiba, makanlah yang banyak dan pastikan tubuhmu sehat serta kuat". Usai sang elang jantan berkata, induk elang merentangkan sayapnya lalu mengepakkan kuat-kuat. Hanya dalam hitungan yang cepat, induk elang tampak menjauhi sarang. Terlihat bagai sebilah papan berawarna coklat melayang di awan. Anak-anak elang, masuk di bawah sayap elang jantan. Mencari kehangatan kasih sang jantan. Waktu berjalan terus, musim telah berganti dari musim dingin ke musim semi. Seluruh permukaan pulau mulai menampakan warna-warni dedaunan. Bahkan sinar mentari memberi sentuhan warna yang indah. Anak-anak elang pun sudah semakin besar dan sayapnya mulai ditumbuhi bulu-bulu kasar.
Suatu ketika seekor anak elang berdiri di tepi sarang, ketika ada angin kencang, kakinya tak kuat mencengkram tepi sarang sehingga ia meluncur ke bawah. Induk elang langsung merentangkan sayang dan mendekati sang anak seraya berkata: "Rentangkan dan kepakkan sayapmu kuat-kuat!" Tapi rasa takut dan panik menguasai si anak elang karenanya ia tak mendengar apa yang dikatakan ibunya. Elang jantan menukik cepat dari jauh dan membiarkan sayapnya terentang tepat sebelum si anak mendarat di tanah. Sayap elang jantan menjadi alas pendaratan darurat si anak elang. Si anak elang yang masih diliputi rasa panik dan takut tak mampu bergerak. Tubuhnya bergetar hebat. Induk elang, dengan kasih memeluk sang anak. Menyelipkan di bawah sayapnya dan memberikan kehangatan. Sesudah si anak tenang dan tak gemetar, induk elang dan elang jantan membawa si anak kembali ke sarang. Peristiwa itu menimbulkan rasa trauma pada si anak elang. Jangankan berlatih terbang dengan merentangkan dan mengepakkan sayap. Berdiri di tepi sarang saja ia sangat takut.
Kedua saudaranya sudah mulai terbang dalam jarak pendek. Hal pertama yang diajarkan induk dan elang dan elang jantan adalah berusaha agar tidak mendarat keras di dataran. Lama berselang setelah melihat kedua saudaranya berlatih, si elang yang pernah jatuh bertanya pada ibunya:"Adakah jaminan aku tidak akan jatuh lagi?"
"Selama aku dan ayahmu ada, kamilah jaminanmu!" jawab si induk elang dengan penuh kasih.
"Tapi aku takut!' ujar si anak.
"Kami tahu, karenanya kami tak memaksa." Jawab si induk elang lagi.
"Lalu apa yang harus kulakukan agar aku berani?" tanya si anak
"Untuk berani, kamu harus menghilangkan rasa takut!"
"Bagaimana caranya?"
"Percayalah pada kami!" Ujar elang jantan yang tiba-tiba sudah berada ditepi sarang.
Si anak diam dan hanya memandang jauh ke tengah lautan.
Tiba-tiba si anak elang bertanya lagi."Menurut ibu dan ayah, apakah aku mampu terbang ke seberang lautan?
"Dengan tenang si elang jantan berkata: "Anakku kalau kau tak pernah merentangkan dan mengepakkan sayapmu, kami tidak pernah tahu, apakah kamu mampu atau tidak. Karena yang tahu hanya dirimu sendiri!"
Lalu si induk elang menambahkan: "Mulailah dari sekarang, karena langkah kecilmu akan menjadi awal perubahan hidupmu. Semua perubahan di mulai darilangkah awal, anakku!"
Si anak elang diam tertegun, memandang takjub pada induk elang dan elang jantan. Kini ia sadar, tak ada yang tahu kemampuan dirinya selain dirinya sendiri. Kedua orang tuanya hanya memberikan jaminan mereka ada dan selalu ada, jika si anak memerlukan. Didorong rasa bahagia akan cinta kasih orang tuanya, si elang kecil berjanji akan berlatih dan mencoba. Ketika akhirnya ia menggantikan elang jantan menjadi pemimpin keselamatan para penghuni negeri burung, maka tahulah ia, bahwa kesuksesan yang diraihnya adalah di mulai saat tekad terbangun untuk melangkah.
Sukses itu tak pernah ada kalau hanya sebatas tekad. Tapi tekad itu harus diwujudan dengan tindakan nyata walau di mulai dari langkah yang kecil. Mulailah rentangkan dan kepakkan sayap kemampuanmu, maka dunia ada di genggamanmu!

Kisah Si Pencuri dan Biksu Tua

Di sebuah kaki gunung terdapat sebuah biara kecil yang hanya dihuni seorang biksu tua. Biksu ini sangat tekun mengamalkan sila-sila yang diajarkan dalam Kitab Suci, sehingga sinar wajahnya terlihat tenang dan damai. Suatu malam, saat perjalanan pulang ke biaranya, sang biksu menatap sang bulan. Ah, bulan purnama malam ini sungguh indah, terang benderang! Biksu itu berhenti sesaat menikmati indahnya sinar rembulan tersebut, kemudian ia melanjutkan perjalanannya.

Setiba di biara, biksu tua melihat bayangan yang bergerak kian kemari. Ah, kok ada suara di dalam kuil? Di sini, khan hanya ada saya yang tinggal? pikirnya heran. Setelah lebih mendekat, biksu melihat bayangan manusia, hatinya berkata, apa mungkin ada pencuri? Aduh, pencuri ini sungguh salah tempat. Saya adalah biksu miskin, mana ada barang untuknya.

Setelah berpikir sejenak, biksu tua itu memutuskan menunggunya di depan pintu. Dibawah sinar bulan, pencuri itu mengendap-ngendap keluar, tentu kaget bukan kepalang melihat sang biksu telah berdiri di depannya, a.aaah!
Biksu tua menenangkannya, jangan takut, jangan takut! Pencuri ketakutan berkata, sssaya tidak mengambil apa-apa! Sungguh tidak ambil apapun!?? Biksu tua menjawabnya, saya tahu, saya tahu. Ketika si pencuri sedang berpikir apa yang akan diperbuat biksu kepadanya, tanpa disangka si biksu tua melepaskan mantel hangatnya dan memberikan kepada si pencuri, di atas gunung, udara amat dingin, kenakanlah mantel ini?? Sang pencuri berlalu sambil berkata, Inniiii anda sendiri yang memberikan padaku lho ya!

Hati-hatilah di jalan! biksu memandang tubuh pencuri hilang di kegelapan malam. Saat membalikkan tubuh hendak masuk ke biara, biksu melihat sejenak ke arah rembulan, sambil menghela nafas dia berkata, hmm, ingin rasanya memberikan juga sebuah rembulan untuknya.

Keesokan pagi, ketika sang biksu hendak keluar, di depan pintunya terdapat sebuah bungkusan. Hei. bukankah ini mantelku??? biksu ini keheranan lalu tersenyum bijak, tampaknya rembulan ini telah diterimanya, ha..ha..??

Ternyata lewat tengah malam, pencuri ini mengembalikan mantel biksu ini, sambil menangis di depan pintu biara dan berkata, anda telah tua, udara sedingin ini pasti membutuhkan mantel ini tapi telah anda berikan pada saya, padahal mantel ini satu-satunya milik anda. ah, terima kasih biksu, saya telah menerima hadiah yang terindah dari anda, mulai besok saya akan rajin bekerja dan tidak akan mencuri lagi. Saya akan meneruskan hadiah indah ini kepada yang lainnya!

Bagaimana adik-adik? Apakah mau menerima hadiah dari si pencuri tersebut? sebuah hati yang putih bersih bagai rembulan dan meneruskan memberinya pada yang lain. Jika setiap orang berbuat demikian. Ah, betapa damainya bumi kita ini!
(disadur dari : Cerita anak sekolah Minghui/ntdtv/ ing)

Mensyukuri, memberi, dan berbagi

Hidup terasa lebih bagi mereka yg selalu mensyukuri… dan hidup terasa kurang bagi mereka yg selalu menuntut…
Hidup terasa mudah bagi mereka yg selalu memberi… dan hidup terasa sulit bagi mereka yg selalu menerima…
Hidup terasa berarti bagi mereka yg mau berbagi… dan hidup terasa hampa bagi mereka yg tak mau berbagi…
Hidup… apakah hanya sekali saja ?
Tidak menjadi persoalan apakah hidup hanya sekali saja atau berjuta kali… tapi bagaimana kita menjalani dan menghargai hidup ini agar bisa lebih berarti bagi diri kita dan bagi orang2 yg kita cintai… memberi manfaat bagi orang2 dan mahluk di sekitar kita..

Hidup… awal dari mati… lingkaran tiada henti… mari kita jalani dengan Dharma di hati.

Disadur dari : gmcbp@yahoogroups.com

Kamis, 07 Februari 2008

obrolan pembuka

Blog ini saya buat untuk mendokumentasikan tulisan-tulisan mengenai Dhamma (red-kebenaran) dari berbagai milis yang saya ikuti, maupun dari berbagai sumber yang relevan. Bentuknya bisa cerita, artikel, hasil diskusi, atau apapun yang menurut saya memiliki makna yang menarik.
Saya memiliki keinginan (bukan Tanha) untuk membantu menyebarkan Dhamma lewat internet. Semoga blog ini bisa diterima dan dibaca oleh semua kalangan
Semoga sinar Dhamma terus menerangi dan tersebar ke seluruh penjuru dunia
Sadhu..sadhu..sadhu...